Rabu, 19 Januari 2011

KLa Project Incar Kawula Muda



PERJALANAN panjang grup musik KLa Project yang kini berganti nama menjadi KLa Returns memang terbilang berliku. Keluar masuk personil pun pernah dialami oleh band yang memiliki personel Katon Bagaskara, Lilo dan Adi ini. Meski telah lama bermusik, KLa pun tak mau kehilangan penggemarnya. Bahkan mereka pun ingin mencari para penggemar muda dengan aransemen-aransemen musik mereka yang terbaru.

"Kami adalah musisi yang memang punya sesuatu yang ingin disampaikan. Kita juga berharap untuk mendapatkan pendengar baru. Jangan sampai ada yang bilang, siapa sih KLa? Oh itu grup musik ibu gue. Kita berharap mendapatkan penggemar baru yang remaja saat ini," ujar Lilo. Namun meski begitu, KLa pun tetap menginginkan para penggemarnya bisa terinspirasi saat mendengar lagu-lagu mereka. Itu tandanya, musik mereka dihargai secara kualitas.

"Jadi musik adalah musik, untuk didengarkan oleh orang-orang yang ingin benar-benar mendengarkan musik, kalau orang ada yang mengaku terinspirasi, itu yang membuat kami semangat," tuturnya. Pun diakui perubahan yang dilakukan oleh KLa juga tidak menghilangkan kualitas mereka dalam bermusik. "Makanya kalau dulu lagu KLa 30 detik baru dapat intro, sekarang 30 detik sudah bisa masuk ke reffrein. Kan eranya lagu sekarang empat menit. Jadi penggemar baru akan suka, dan penggemar lama akan bilang oke ini band gua dengan gaya baru," tandas Lilo.

Sumber: KapanLagi

selengkapnya >>>

The Flowers, Masih Bergema!



SEMPAT diisukan bubar, The Flowers, band Rock n Roll yang berdiri tahun 1997, masih tetap bergema, dibuktikan dengan tetap eksisnya mereka di belantika musik Indonesia. Setelah mengeluarkan album April 2010 lalu, mereka berkali-kali naik turun panggung dari gigs cafĂ© kecil-kecilan sampai dengan Javarockin’land sudah mereka rasakan. Band yang beranggotakan Njet (vokal), Boris Simanjuntak (gitar), Leo (bass), Eugen (saxophone), dan Dado (drum) ikut serta meramaikan acara charity “Indonesia Satu Kita Peduli” yang diselenggarakan oleh Twins music di Bulungan outdoor, Jakarta Selatan, (28/11/10)silam.

“Lonely Boy” lagu dari album terbaru mereka menjadi pembuka malam itu, aksi atraktif para personil The Flowers memang mengundang gelak tawa dibarengi dengan skill tinggi, aksi panggung mereka memang patut di acungi jempol. Kisah tak terduga mereka lakukan malam itu, di tengah-tengah lagu secara mengejutkan mereka mengheningkan cipta untuk mendoakan korban bencana di Indonesia, dahsyat!

Dilanjutkan dengan “Rajawali”, penonton pun ikut bernyanyi walau setelah lagu “Rajawali” Njet sudah pamit, karena The Flowers harus melanjutkan main di acara lain pada malam itu, penonton seperti tidak rela jika mereka hanya menyanyikan 2 lagu saja, “Lagi...! Lagi...!” teriak penonton, dan akhirnya “Tolong Bu Dokter” pun menutup aksi mereka malam itu. “Nama lu semua dicatet sama yang di atas, thank’s banget udah hadir malem ini walau sepi,” ucap Njet di atas panggung. (Agan)

Sumber: DapurLetter
Foto: KapanLagi

selengkapnya >>>

Duo Edan di EDANE

SEPERTI Trent Reznor dan Nine Inch Nails, atau Eddie Van Halen dan Van Halen, atau juga Billy Corgan dan Smashing Pumpkins, sosok Zahedi Riza Syahranie atau akrab dipanggil Eet Syahranie ini tidak bisa dipisahkan dari Edane, legenda hard rock Indonesia. Ia mendirikan, mengonsep, merekam, dan juga bertanggung jawab dalam segala macam pengambilan keputusan di tubuh band itu. Dari mulai berdiri di tahun 1992, merilis album The Beast yang sangat sukses dengan hit single “Ikuti” dan merebut hati pecinta musik rock Indonesia setelah merebut posisi sebagai opening act konser Sepultura nan legendaris di stadion Lebak Bulus, Jakarta, tahun 1992. Semenjak itu masyarakat mengenal Edane sebagai band rock penuh skill. Permainan gitar mumpuni, ekspresi panggung 200 persen, sound live dan recording membuat mereka bisa masuk kategori terbaik untuk musik rock di Indonesia. Bukan berlebihan bila menganggap Edane adalah jawaban Indonesia terhadap aksi luar negeri macam Van Halen, AC/DC dengan gitaris megaandal yang pola solo gitar secepat kilatnya tak pernah gagal meng-undang kagum tiada tara.


“Eet kalau lagi solo gitar, sakit jiwa banget. Nama Edane memang pantas jadi legenda di musik Indonesia. Orangnya juga sangat rendah hati.” Ini adalah pengakuan Lukman Laksmana atau Buluk, vokalis dari band Superglad yang pernah berkolaborasi bersama Eet Syahranie.
Stevie Item, gitaris Andra and the Backbone dan juga Deadsquad punya komentar bernada mirip, “Eet adalah salah satu gitaris favorit saya. Pemain yang luar biasa dalam skill, arranging, dan memiliki sound yang berkarakter. Saya selalu kagum setiap Eet sedang perform.”

Kerendahan hati Eet di industri musik Indonesia menjadi aroma harum yang selalu menyenangkan bila tercium. Seorang pahlawan gitar yang kerap menghargai lawan bicara. “Eet seperti Pak Tino Sidin dunia gitar. Gue saja yang nggak jago-jago amat dibilang main bagus oleh dia,” tukas Buluk Superglad kemudian. Namun di balik kerendahan hati Eet, berdiri seorang pria yang tegas, tahu persis apa yang dia mau, dan akan menempuh berbagai jalan untuk mewujudkan kenyamanan dalam mengeks-presikan keseniannya.

Beberapa pihak bahkan menyebut Eet sebagai pemimpin yang menerapkan cara diktator di dalam band. Salah satu bukti adalah setelah enam album terakhir yang mereka rilis, posisi vokalis kerap berganti dari mulai Ecky Lamoh di album The Beast (1992), Heri Batara yang kemudian banting setir jadi manajer mere-ka hingga kini, Robby Matulandi, Trison Manurung vokalis Roxx yang kemudian berpisah jalan di tahun 2005, tak terlalu lama setelah bergabung. Iwan Xaverius Timbuleng, pemain bas ex-Jet Liar yang mendampingi Eet sejak Edane awal berdiri pun mengundurkan diri di tahun yang sama. Hingga Edane jalan hanya bersama Fajar Satritama, drummer yang ‘diboyong’ Eet dari Cynomadeus, bandnya sebelum Edane.

Fajar Satritama adalah karakter yang juga menarik. Berbadan tegap, memukul drum seperti esok kiamat, namun berperawakan tenang. Pria yang lahir di Jakarta, 11 Juli 1970 ini adalah pria berprestasi baik di musik maupun di kehidupan luar musik. Mengecap prestasi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang digelutinya tahun 1989, hingga dicalonkan menjadi mahasiswa terbaik FHUI di kisaran 1993, satu tahun setelah album The Beast memecah kesunyian musik Indonesia. Setelah lulus pun ia bekerja dengan baik. Sepuluh tahun terak-hir ia bekerja di sebuah bank OCBC NISP dan kini nyaman duduk di jabatan Corporate Business Head.

Pekerjaan harian ini pula yang menyebabkan di beberapa panggung, Edane paling leluasa untuk tampil di hari Sabtu dan Minggu, walau kini Eet Syahranie mengaku ia telah menyiapkan additional player, jika Fajar Satritama berhalangan karena harus manggung di weekdays. Dan kini di tahun 2010, yang tinggal hanyalah Fajar dan Eet, duo yang hubungannya paling harmonis di band, sekilas seperti Achmad Albar dan Ian Antono pada God Bless, atau mungkin Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan di dunia pop. Album bertajuk Edan pun pada ak-hirnya dirilis oleh kenalan lama mereka Log Zhelebour melalui Logiss Records. Edane pun kembali untuk menggemparkan dunia rock. Berikut adalah petikan bincang-bincang Rolling Stone dengan Edane yang kebanyakan diwakili oleh Eet Syahranie sang pemimpin.

Sumber: RollingstoneIndonesia

Foto: Ludmila Gaffar dalam RollingstoneIndonesia

selengkapnya >>>